top of page

Pola Asuh Tiger Mom Untuk Anak Sekarang. Bisakah?



“Mama ngga mau tau, pokoknya ngga boleh ada angka 7 di raport kamu. Nilai paling kecil yang boleh ada di raport adalah 8, di bawah itu, mending kamu berhenti sekolah!”

Pernah mendapat ancaman seperti itu waktu kecil? Saat itu pasti kita deg-degan abis dan langsung belajar mati-matian untuk bisa mendapatkan nilai terbaik. Pertanyaannya, apakah ancaman semacam itu masih bisa diterapkan kepada anak zaman sekarang?


Pola asuh dengan disiplin tinggi ala militer dan sangat obsesif ini dikenal dengan istilah tiger mom. Istilah yang dipopulerkan oleh Amy Chua, professor dari Universitas Yale, Amerika Serikat. Tahun 2011, Amy menulis pengalamannya membesarkan dua anak perempuan melalui buku berjudul Battle Hymn of the Tiger Mother. Di buku ini Amy bercerita bagaimana ia mendidik dua puterinya dengan keras dan mewajibkan mereka untuk sukses dan berprestasi, di jalur akademis maupun non-akademis.


“Saya tak mengizinkan anak-anak untuk menghabiskan waktu percuma seperti main-main, menonton televisi, atau bermain games di komputer,” kata Amy. Kedua anaknya, Sophia dan Louisa tidak boleh mendapat nilai di bawah A, harus menjadi murid terbaik di semua mata pelajaran kecuali olah raga dan drama, bahkan Amy tak segan membentak keduanya dengan kata kasar kalau mereka gagal. Hasilnya, keduanya masuk di Uniersitas terbaik, Yale dan Harvard.


Akan tetapi, zaman terus berkembang dan setiap anak juga punya kepribadian berbeda, apakah pola asuh ala Amy Chua ini bisa diterapkan juga ke anak-anak kita? Menurut penelitian Su Yeong Kim, Professor Human Development and Family Sciences dari Universitas Texas, Amerika Serikat, dari 300 keluarga Amerika keturunan Tiongkok, anak-anak yang dididik dengan cara tiger parents cenderung bermasalah secara emosional, dan mendapat nilai rendah di sekolah. Sementara anak dari prang tua yang sportif dan santai justru lebih tenang dan berprestasi.

Bukan cuma itu, anak-anak dari generasi X memang mengalami didikan cukup keras. Dibentak, dipukul atau dicubit jadi makanan sehari-hari, sebagai bentuk disiplin dari orang tua dan guru. Sementara anak zaman sekarang, ketika guru mendisiplinkan dengan sedikit keras, dicubit misalnya, langsung deh gurunya dilaporin ke polisi. Zaman kita dulu, boro-boro mau lapor polisi, lapor ke orang tua aja malah makin dimarahi kok.


Banyak kalangan yang bilang, pola asuh super disiplin memang susah untuk diterapkan ke anak sekarang. Salah satu riset yang dilakukan oleh UC Riverside Graduate School of Education pada 2014 menyatakan bahwa pola didik yang disertai kekerasan sudah ngga disukai lagi. Bahkan dikatakan juga, orang tua yang menerapkan pola asuh tiger parents mesti berhati-hati. Kenapa? Karena anak yang dibesarkan dengan disiplin tingkat tinggi banyak yang pada akhirnya tumbuh sebagai manipulator atau pembohong. Mereka akan belajar melindungi diri agar tidak terkena hukuman ketika melanggar aturan. Itu kan artinya anak sudah belajar menjadi manipulator, memanipulasi keadaan agar selamat dari hukuman orang tua ataupun guru.


Begitu juga anak yang dituntut harus mendapatkan nilai tinggi. Bukannya belajar supaya dapat nilai bagus, mereka justru sibuk cari contekan kanan-kiri. Berbeda dengan anak yang diajarkan untuk sportif, mereka akan berjuang dengan cara yang jujur, mengandalkan kemampuan diri sendiri semaksimal mungkin. Dari sini bisa dibayangkan kan? Bagaimana nantinya sikap anak yang dibesarkan dengan pola asuh tiger parents dan pola asuh yang supportif.

bottom of page